Ngepit ke Omah Dome

March 04, 2012


Omah Dome, merupakan sebuah komplek tempat tinggal yang berada di dusun Ngelepen, desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan. Komplek tempat tinggal ini merupakan komplek tempat tinggal dari relokasi warga yang sebelumnya tinggal di dusun Sengir. Warga dusun Sengir direlokasi karena kondisi tanah tempat mereka tinggal ‘ambles’ akibat gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta. Omah Dome sangatlah unik bentuknya menyerupai setengah bola, berwarna putih, dan lebih mirip tempat tinggal dari ‘teletubies’, sebuah tayangan yang pernah populer di awal tahun 2000-an.

Minggu (4/03/2012), bersama dua orang rekan, Mas Dadang dan Farhan, kami mencoba bersepeda ke Omah Dome. Perjalanan kami mulai sekitar pukul 6.20 WIB. Rute yang kami tempuh hampir sama dengan rute ke Candi Barong, hanya saja tidak sampai belok ke arah kawasan candi ratu boko, kami tetap lurus hingga sampai perempatan Bakso Tito. Dari perempatan tersebut kami belok kiri dan kurang lebih 3 kilo dari perempatan tersebut kami dapat sampai di Omah Dome. Jalanan menuju Omah Dome relatif landai, selain itu sepanjang mata memandang kita masih dapat menikmati hamparan sawah yang terbentang luas. Kami tiba di omah Dome sekitar pukul 7.30 WIB, sehingga kurang lebih satu jam perjalanan telah kami lalui.

Sesampainya di sana, kami cukup takjub akan keunikan dari bentuk rumah yang hampir tidak bisa kami temui di daerah kami. selain sebagai tempat tinggal, Omah Dome merupakan sebuah kawasan wisata, hal ini ditunjukkan oleh beberapa petunjuk disana. Pertama, sebelum memasuki Gapura Omah Dome kita akan melihat Loket Karcis biru seperti di Sekaten. Hanya saja kami tidak ditarik bayaran sewaktu kesana, mungkin karena kami naik sepeda. Petunjuk kedua adalah adanya himbauan ‘Sapta Pesona’, semboyan ini merupakan salah satu prinsip yang wajib ditanamkan di daerah destinasi-destinasi wisata di Indonesia. Petunjuk ketiga adalah banyaknya warga yang memiliki usaha sampingan dengan membuka warung makanan. Ketika kami mampir ke salah satu warung, ibu penjual sempat bercerita bahwa salah satu alasan beliau berjualan karena banyaknya pengunjung Omah DOme di hari Sabtu dan Minggu, dan rata-rata pengunjung tersebut adalah wisatawan.

Banyak informasi yang kami dapatkan di sini berdasarkan hasil interview kami dengan ibu penjual di warung makanan yang kami kunjungi. Setidaknya berdasarkan informasi yang ibu berikan, setidaknya ada 71 bangunan dome di sini. Tiga diantaranya berfungsi sebagai tempat publik seperti mushola, taman kanak-kanak, dan rumah bidan (semacam puskesmas kecil). Selain informasi, ibu tersebut memberikan kesempatan kepada kami untuk melihat isi dari rumahnya. Didalam rumah dome, setidaknya ada dua kamar dan sebuah loteng di lantai dua. Walaupun tidak terlalu luas, loteng pada lantai dua, cukup lega untuk dijadikan sebagai ruang istirahat. Ketika kami menyentuh tembok omah dome di lantai dua kami merasakan tembok yang basah, basah seperti embun di dedaunan. Menurut ibu, hal ini terjadi karena bocornya omah dome. Sehingga saat hujan air dpat masuk melalui celah yang mulai terbentuk diatap omah dome. Mayoritas warga Omah Dome bermatapencahariaan sebagai petani. Hal ini sangat jelas terlihat, dikarenakan ketika kami kesana hampir keseluruhan warga sedang menjemur ‘gabah’ hasil panen dari sawah mereka. Setelah sekitar satu jam di sana, kami pun memutuskan pulang, untuk kembali ke ‘omah’ kami. Tidak seperti biasanya saat perjalanan pulang, langit dalam perjalanan ini sangat mendung dan akhirnya sekitar 1 kilo sebelum omah kami, kami pun harus bersahabat dengan rintik air hujan yang membasahi tubuh kami.

Loket Karcis ‘Omah Dome’


Gapura dan Beberapa Plakat pada Gapura ‘Omah Dome’
Mushola 'Omah Dome'
Rumah Bidan 'Omah Dome'
Taman Kanak-kanak 'Omah Dome'


Beberapa Rumah di ‘Omah Dome’

Isi salah satu rumah di 'Omah Dome'

Sekian ! Salam Ngowes Sante Wae !

This article was originally posted on my previous blog: ardiyanblog.wordpress.com on March 4, 2012

You Might Also Like

0 comments